Minggu, 28 April 2013

Pembelajaran Berbasis Penilaian Kelas


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, baik pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan pada dasarnya adalah serangkaian kegiatan yang terencana dan terukur. Menurut Notoatmojo (2003: 16) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Pendidikan bukan sekadar kegiatan menyampaikan ilmu oleh guru atau pendidik kepada siswa atau peserta didik. Syahidin (2009: 3) menyatakan ada tiga misi utama pendidikan, yaitu pewarisan pengetahuan (transfer of knowledge), pewarisan budaya (transfer of Culture), dan pewarisan nilai (transfer of value). Melalui pendidikan, pendidikan menyampaikan pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan ini akan digunakan peserta didik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang dikatakan sebagai budaya. Artinya, melalui ilmu pengetahuan yang dimiliki akan membentuk budaya. Pendidikan juga menyampaikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Pengetahuan yang baik akan membentuk budaya dan nilai yang baik pula.
Begitu besar pengaruh keberhasilan pendidikan terhadap keberlangsungan manusia. Demi mewujudkan tujuan itu, maka pendidikan perlu mendapat perhatian dan pengelolaan unsur-unsurnya dengan baik. Adapun unsur-unsur dalam pendidikan antara lain, meliputi: pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan kurikulum. Unsur-unsur tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.
Pada tulisan ini akan dikaji lebih jauh tentang unsur pendidik. Pendidik merupakan orang yang menyampaikan sesuatu, baik ilmu, budaya, maupun nilai. Pendidik secara formal disebut juga dengan guru atau dosen. Sebagai salah satu unsur dalam pendidikan, pendidik memiliki peran dominan. Ibarat dalam sebuah pertunjukkan wayang, pendidik adalah dalang; pendidik adalah sutradara. Pendidik memiliki otoritas dalam mengatur jalannya pembelajaran. Pendidik dapat mengatur pembelajaran agar berhasil.

Rangkuman artikel “Classroom-Based Assessments of Teaching and Learning” karya Sally J. Zepeda

Diberlakukannya The Elementary and Secondary Education Act of 1965 (ESEA) atau yang lebih dikenal dengan No Child Left Behind Act of 2001 (NCLB) menuntut kualitas dan kinerja guru yang lebih baik. Hal ini diukur dari pengetahuan dan kinerja di awal karir. Pengukuran yang lain berdasarkan penilaian pengajaran yang terus-menerus melalui berbagai cara, seperti pengembangan dan evaluasi profesi.
Penilaian pengajaran di kelas memiliki banyak bentuk  yang melibatkan pemangku kepentingan – guru dan administratur – yang memiliki tanggung jawab utama bagi program pengajaran (Danielson & McGreal, 2000; Glickman Gordon, & Ross-Gordon, 1998; Sullivan & Glanz, 2004; Stronge & Tucker, 2003; Zepeda, 2003a). Penilaian pengajaran dan pembelajaran sangat kompleks. Hal ini dikarenakan pengetahuan “guru” bersifat kontekstual, interaktif, tidak rutin, dan spekulatif” (Blasé & Blasé, 1998, hal. 88).
Penilaian pengajaran harus mendukung (Coppola, Scricca, & Connors, 2004) untuk membantu anak-anak dalam mengembangkan praktik pengajaran dan dapat meningkatkan pembelajaran (Firestone, 1999; dll). Penilaian ini secara proaktif melibatkan para guru dalam penilaian diri (Barber, 1990; dll) dan refleksi (Laursen, 1996). Keterlibatan para guru akan meningkatkan penilaian melampaui apa yang disampaikan Darling-Hammond (1997b). Darling-Hammond mencirikan hal ini seperti “para inspektur yang melakukan penggerebekkan ke dalam kelas guna memantau kinerja dan memberi penilaian tanpa pengetahuan yang sesuai konteks kelas, pokok bahasan diajarkan, tujuan pengajaran, dan pengembangan masing-masing anak” (hal. 67).
Tulisan ini mengkaji penilaian pengajaran dengan terfokus pada aspek-aspek formatif dari pengawasan pengajaran, teknik observasi kelas, dan pendekatan terdiferensiasi. Penggunaan penelitian tindakan, pelatihan teman sebaya, dan portofolio dapat digunakan untuk meningkatkan penilaian pengajaran. Pengajaran dan pembelajaran merupakan inti dari program pengajaran.
Penelitian yang dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan bahwa kualitas guru merupakan salah satu prediktor yang paling penting untuk prestasi siswa (Darling-Hammond, 1997a, 1997b). Pengetahuan guru tentang bidang muatan dan efektivitas dalam metode pengajaran juga berkorelasi dengan prestasi siswa (Strahan, 2003; Stronge dkk., 2004). Dalam The National Board for Professional Teaching Standards (1989) dinyatakan bahwa pengajaran harus memiliki kriteria penguasaan seni dan ilmu pengetahuan yang luas; penguasaan materi yang akan diajarkan; keterampilan yang akan dikembangkan; struktur dan bahan; pengetahuan tentang model mengajar dan evaluasi; pengetahuan siswa dan perkembangan manusia secara umum; mengajar dengan memperhatikan peserta didik.
Sebagian besar penelitian awal tentang pengajaran terpusat kepada pengaruh pengajaran. Berikut ini faktor-faktor utama yang selalu menunjukkan pengajaran yang efektif meliputi: kalender akademik (Brophy, 1986; dll), penentuan kurikulum dan pengajaran (Berliner, 1984), alokasi waktu dan pengelolaan waktu (Good & Brophy, 1986), harapan yang tinggi (Edmonds, 1986; Guskey, 1982), transisi yang cekatan (Emmer, Evertson, & Anderson 1980; dll), dan strategi pengelolaan kelas dan disiplin yang jelas yang diterapkan secara wajar dan konsisten (Emmer dkk. 1980; dll).
Dikeluarkannya A Nation at Risk: The Imperative for Educational Reform  pada  tahun 1983 mengangkat pembahasan tentang efektivitas dan kualitas guru. Alasan pentingnya pengetahuan guru guna meningkatkan pembelajaran siswa mulai mengakar pada akhir tahun 1980an, sesudah diterbitkannya A Nation Prepared: Teachers for the 21st Century (Carnegie Forum on Education, 1986), Badan Nasional Standar Pengajaran Profesional (NBPTS) dibentuk (Danielson, 1996). Keyakinan dan pandangan NBPTS adalah bahwa kualitas guru dan prestasi siswa dapat ditingkatkan dengan menaikkan standar, memperkuat program persiapan pendidikan, yang menuntut para guru untuk berpartisipasi dalam penilaian berbasis kinerja dan akhir-akhir ini terfokus kepada hasil pengajaran.
Lima masalah inti dikembangkan untuk membantu guru dalam mengidentifikasi dan mengenali agar pembelajaran berjalan efektif. Lima hal itu meliputi:
1.    guru berkomitmen terhadap siswa dan pembelajarannya,
2.    guru mengetahui subjek (pelajaran) yang diajarkan dan metodenya,
3.    guru bertanggung jawab untuk mengelola dan memantau pembelajaran siswa,
4.    guru hendaknya berpikir sistematis dan belajar dari refleksi, serta
5.    guru merupakan anggota dalam komunitas pembelajaran yang dilakukan.
Kelima hal di atas sangat efektif untuk meningkatkan pembelajaran siswa dan mampu menunjukkan tingkat pengetahuan, keterampilan, watak dan komitmen yang tinggi.
Standar INTASC menawarkan sebuah pandangan yang luas mengenai pengetahuan. Standar ini merupakan dasar bagi pengajaran yang efektif. Standar ini sudah meliputi pengetahuan, watak, dan standar kinerja. Kriteria standar itu meliputi: 1) pokok bahasan, 2) pembelajaran siswa, 3) pembelajaran yang beragam, 4) strategi pengajaran, 5) lingkungan belajar, 6) komunikasi, 7) merencanakan pengajaran, 8) penilaian, 9) refleksi dan pengembangan profesi, dan 10) kolaborasi, etika, dan hubungan.

2 komentar:

  1. Orang bijak berkata : "Bahasa itu cermin kepribadian bagi penuturnya"

    Imam Syafi'ie Ra : "Mendalami bahasa itu bisa meluweskan jiwa"

    Sayidina Umar Ra : "Pelajari bahasa, kelak ianya mampu lembutkan hati"

    maaf sekedar numpang koment Bu Indrya

    BalasHapus
  2. bukan begitu Bu Indrya ?!.

    oya, sekalian izin tuk baca2 ya Bu untuk perluasan wawasan pribadi saya.

    BalasHapus