BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH
Indrya
Mulyaningsih, M.Pd.
Bahasa
merupakan sarana utama dalam penulisan karya ilmiah. Begitu pentingnya peran
bahasa, maka sangat perlu bagi para mahasiswa untuk menguasainya. Menurut Jujun
S. Suriasumantri dalam Yakub (2009: 55) cirri bahasa keilmuan meliputi:
reproduktif, tidak ambigu, tidak emotif, penggunaan ragam baku, penggunaan
istilah keilmuan, bersifat denotatif, rasional, kohesif, langsung ke sasaran,
dan penggunaan kalimat efektif.
1. Bahasa
Beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar suatu tulisan layak disebut sebagai karya ilmiah adalah
komunikatif, bernalar, ekonomis, landasan teori yang kuat, relevan, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Berikut ini contoh yang biasa dilakukan pada tulisan
karya ilmiah.
Seseorang dapat
menyampaikan idea tau gagasan melalui dua cara, yakni lisan dan tertulis. Pada
saat seseorang sedang berbicara berarti menggunakan ragam lisan. Apabila
seseorang menyampaikan dalam bentuk tulisan, berarti menggunakan ragam tulis.
Perhatikan contoh berikut.
Kucing
makan tikus mati.
Sepintas kalimat di atas benar, tetapi
ketika ada pertanyaan ‘yang mati apa?’. Jawaban yang muncul akan banyak.
Bergantung pada pembaca, mungkin tikus dan mungkin kucing. Perhatikan penjedaan
(berhenti sejenak) kalimat berikut.
a.
Kucing/ makan/ tikus mati//.
b. Kucing
makan/ tikus mati//.
c. Kucing
makan tikus/ mati//.
Penjedaan pada kalimat a memberi makna
bahwa ada seekor kucing yang sedang memakan seekor tikus. Tikus itu sudah dalam
keadaan tidak bernyawa atau mati. Jadi, kalimat a menggandung makna bahwa yang
mati adalah tikus. Penjedaan pada kalimat b memberi makna bahwa ada dua
kejadian. Kejadian pertama, ada seekor kucing yang sedang makan. Kejadian
kedua, ada seekor tikus dalam keadaan mati. Jadi, kalimat b menggandung makna
bahwa yang mati adalah tikus, tetapi situasi atau keadaannya berbeda dengan
kalimat a. Penjedaan kalimat c memberi makna bahwa ada seekor kucing yang
sedang memakan tikus. Setelah memakan tikus, kucing itu mati. Jadi, kalimat c
mengandung makna bahwa yang mati adalah kucing.
Ketidaktepatan
kalimat tersebut dikarenakan penggunaan ragam lisan dalam ragam tulis. Ragam
tulis memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi daripada ragam lisan.
Apabila seseorang menyampaikan ide dalam ragam lisan, maka pendengar akan
terbantu melalui intonasi, jeda, mimik, maupun kinesik. Sementara dalam ragam
tulis, pemahaman pembaca akan dibantu melalui penggunaan tanda baca. Oleh
karena itu, penguasaan terhadap tanda baca sangat penting.
Ragam
baku merupakan penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi, khususnya dalam
karya tulis ilmiah. Ragam tak baku merupakan kebalikan ragam baku. Perhatikan
kalimat berikut.
Bukunya
Rudi tidak kebawa.
Kalimat tersebut tidak baku karena
menggunakan unsur kedaerahan. Perhatikan –nya
pada bukunya. Kesalahannya adalah –nya merupakan kata ganti milik, yaitu
Rudi. Jadi, bila bukunya Rudi
memiliki makna buku milik dia (Rudi) Rudi. Kesalahan ini merupakan kebiasaan pola
kalimat dalam bahasa Jawa.
Demikian juga pada kebawa. Penggunaan imbuhan ke-
merupakan kebiasaan bahasa Jawa, yang berarti melakukan pekerjaan dengan tidak
sengaja. Dalam bahasa Indonesia seharusnya menggunakan imbuhan ter-.
Hal lain yang juga perlu
diperhatikan ketika menulis sebuah karya ilmiah.
a.
Kata penghubung sehingga
dan sedangkan seyogianya tidak dipergunakan untuk memulai suatu kalimat.
b.
Kata depan, pada
sering digunakan tidak pada tempatnya, misalnya diletakkan di depan subjek.
c.
Kata di mana yang
diperlakukan seperti “where” dan “of” dalam bahasa Inggris, sering
kurang tepat penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia penggunaan bentuk yang
demikian perlu dihindari.
d.
Awalan di - dan ke
- perlu dibedakan dengan kata depan di
dan ke. Awalan di- dan ke - dirangkaikan dengan bentuk
dasar, sedangkan kata depan di dan ke tidak dirangkaikan dengan
kata yang mengikutinya.
e.
Tanda baca harus dipergunakan
dengan tepat, seperti titik (.), titik dua (:), titik koma (;), tanda petik
(`…….`), dan tanda kurung ( ).
f.
Kesalahan
pada penggunaan huruf kapital. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku,
majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke,
dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada
posisi awal.
2. Paragraf
Paragraf atau alinea merupakan ide yang dituangkan dalam
bentuk tulisan dan lebih panjang dari kalimat. Paragraf mengandung satu kalimat
utama dan beberapa kalimat penjelas. Berdasarkan letak kalimat utamanya,
paragraf terdiri atas induktif, deduktif, induktif-deduktif, dan campuran
(narasi). Berdasarkan tujuannya, paragraf terdiri atas pembuka, penghubung, dan
penutup. Berdasarkan sifatnya, paragraf terdiri atas deskripsi, eksposisi,
argumentasi, narasi, dan persuasi. Berdasarkan pengembangan isinya, paragraf
terdiri atas perbandingan dan pertentangan, analogi, contoh, sebab-akibat,
definisi luas, dan klasifikasi. Berdasarkan teknik pengembangannya, paragraf
terdiri atas urutan ruang, urutan waktu, klimaks dan antiklimaks, serta umum ke
khusus.
Syarat sebuah paragraf yang baik adalah mengandung satu
ide pokok, memiliki kesatuan (kohesi), kepaduan (koherensi), dan lengkap. Pengembangan
paragraf tidak boleh mengandung unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan
dengan topik atau gagasan utama. Paragraf dianggap memiliki kesatuan jika
antarkalimat yang digunakan tidak terlepas dari topik. Oleh karena itu, semua
kalimat harus terfokus pada topik atau tema yang dibahas.
Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf
adalah kepaduan. Kepaduan menitikberatkan pada hubungan timbale balik
antarkalimat dalam paragraf. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti
jalan pikiran penulis karena kalimat yang sistematis. Urutan pikiran yang
teratur akan memperlihatkan adanya kepaduan. Kepaduan ini dapat dibangun
melalui unsur kebahasaan berupa: repetisi (pengulangan kata), kata ganti, kata
transisi (ungkapan penghubung), dan pemerincian (urutan isi paragraf).
Syarat ketiga yang harus dimiliki sebuah paragraf adalah
lengkap. Sebuah paragraf dikatakan lengkap jika memiliki kalimat inti dan
beberapa kalimat penjelas. Namun demikian, sebuah paragraf tidak baik bila
dikembangkan dengan pengulangan-pengulangan.
3. Daftar Pustaka
Setiap
institusi diperbolehkan memiliki kaidah penulisan sendiri asalkan tidak
menyimpang dari kaidah baku secara nasional dan internasional. Hal demikian
biasa sidebut dengan gaya selingkung. Demikian juga dengan IAIN Syekh Nurjati
Cirebon juga memiliki gaya selingkung tersendiri.
Adapun gaya selingkung
yang dimaksud adalah dalam penulisan daftar pustaka.
a. Penulisan
dari buku
Gorys Keraf. 2005. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
b. Penulisan
dari buku kumpulan artikel
Dick Hartoko
(Ed.). 2004. Golongan Cendekiawan: Mereka
yang Berumah di Angin. Jakarta: Gramedia.
c. Penulisan
dari satu artikel dalam buku kumpulan artikel
Geertz,
Clofford. 2003. “Cendekiawan di Negara Berkembang”. Dalam Kemala Sartika (Ed.),
Menjelajah Cakrawala: Kumpulan Karya
Visioner Soedjatmoko. Jakarta: Gramedia.
d. Penulisan
dari artikel dalam jurnal
A. Hanafi. 1989.
“Partisipasi Dalam Siaran Pedesaan dan Pengapdosian Inovasi”. Forum Penelitian, 1 (1): 33-47.
e. Penulisan
dari artikel dalam Koran atau majalah
H. Gardner.
1998. “Do Babies Sing A Universal Song?”. Psychological
Today, hal. 70.
f. Penulisan
dari koran tanpa penulis
Kompas.
18 Maret 2005. “Rawan Pangan, Tanpa Basis Sumber Daya Lokal”, hal. 41.
g. Penulisan
dari karya terjemahan
Eangleton,
Terry. 1988. Teori Sastra: Satu
Pengenalan. Terjemahan oleh Mohammad Haji Saleh. 2004. Kualalumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
h. Penulisan
dari skripsi, tesis, atau disertasi
Pradnya
Paramita. 2006. “Pengaruh Bioteknologi Pertanian Terhadap Proses Pematangan
Tomat”. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
i. Penulisan
dari internet
Heruratoto. 2002. “Bioteknologi Pertanian” (online),
(http://www.chang.jayaHeru.com/Biotekpertan04.htm,
diunduh 12 Desember 2004 pukul 10:00 WIB).
4. Pengutipan
Hal lain yang juga
perlu mendapat perhatian adalah dalam hal pengutipan. Kutipan terbagi atas dua
bagian, yaitu kutipan langsung dan kutipan tak langsung. Pengutipan langsung yang
kurang dari empat baris, caranya dengan memasukkan dalam paragraf. Pengutipan
langsung yang lebih dari empat baris, caranya ditulis tersendiri dengan
membentuk paragraf dan spasi tunggal atau satu. Perhatikan contoh berikut
kutipan langsung berikut ini.
Sedangkan hakikat sosiologi sastra
menurut Laurenson and Swingewood
adalah sebagai berikut.
Sociology is essentially the scientific, objective study
of man in society, the study of social institutions and of social processes;
it seeks to answer the question of how society is possible, how it works, why
it persists. Through a rigorous examination of the social institutions,
religious, economic, political,
and familial, which together constitate what is called social structure,… (1972: 11).
|
………………………………………………………………………………………………………….
Agus mengatakan, “Perlu dikembangkan sikap apresiatif dan aspiratif terhadap
pengetahuan-pengetahuan tandingan yang dimiliki dan dipegang teguh kaum
miskin yang terlibat dalam akar penjarahan” (Sudibyo, 2001: 184).
………………………………………………………………………
|
Perhatikan penulisan kutipan tak
langsung berikut ini.
Umar Junus mengemukakan yang menjadi pembicaraan dalam
telaah sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial
budaya. Ia juga menyangkut penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran
karya sastra. Buku adalah produk industri yang didistribusikan secara
komersial, jadi tunduk pada hukum penawaran dan permintaan (dalam Escarpit, 2005: 4).
|
Referensi
Departemen
Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Hasan
Alwi. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Henry
Guntur Tarigan. 2009. Menulis: Sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung. Angkasa.
Yakub
Nasucha. 2009. Bahasa Indonesia untuk
Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Media Perkasa.
Info selengkapnya klik www.iaincirebon.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar